Bisphenol-A (BPA) adalah bahan kimia yang lazim ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam kemasan makanan, thermal paper, dan peralatan medis. Meski sering disorot sebagai zat kimia berbahaya, para ilmuwan mengungkapkan pandangan yang lebih seimbang terkait risiko kesehatannya dalam acara Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS yang digelar Selasa (10/9/2024) di Jakarta. Acara tersebut menghadirkan dua ahli, yaitu Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, ahli polimer dari IPB, dan Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, ahli endokrin, untuk membahas BPA lebih dalam.
1. Risiko Migrasi BPA Terjadi Hanya dalam Kondisi Ekstrem
BPA digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi, yang sering ditemukan dalam berbagai produk konsumen. Menurut Prof. Nugraha, risiko migrasi BPA dari produk plastik polikarbonat ke dalam makanan atau minuman sangat kecil, terutama karena plastik ini memiliki titik leleh yang tinggi, yaitu sekitar 200°C. Bahkan dalam kondisi panas selama distribusi, suhu jarang melebihi 50°C.
“Polikarbonat itu sangat tahan panas, melting point-nya 200 derajat Celcius. Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya,” jelas Prof. Nugraha.
2. Belum Ada Bukti Ilmiah Kuat tentang Bahaya BPA bagi Manusia
Dr. Laurentius Aswin Pramono menambahkan bahwa penelitian yang mengaitkan BPA dengan risiko kesehatan pada manusia belum cukup kuat. Sebagian besar studi yang menunjukkan efek buruk BPA dilakukan pada hewan dengan paparan dosis tinggi, yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya pada manusia. Dalam studi meta-analisis yang dilakukan hingga saat ini, belum ada hubungan signifikan antara BPA dan penyakit seperti diabetes, kanker, atau infertilitas pada manusia.
“Belum ada konsensus bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker. Belum ada sama sekali. Belum ada bukti (penelitian ilmiah) pada manusia. Yang ada hanya penelitian di lab dengan hewan coba,” jelas Dr. Aswin.
3. Tubuh Memiliki Mekanisme Detoksifikasi Terhadap BPA
Salah satu alasan mengapa kekhawatiran terhadap BPA perlu ditinjau ulang adalah kemampuan tubuh untuk mendetoksifikasi zat ini. Dr. Aswin menjelaskan bahwa hati manusia mampu memecah BPA, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui urine atau tinja. Proses ini memastikan bahwa BPA tidak menumpuk dalam tubuh, sehingga risiko akumulasi dan dampak jangka panjangnya sangat rendah.
“Hati atau liver bisa memecah rantai BPA, dan dibuang melalui saluran pencernaan lewat BAB. Ada sebagian yang masuk ke ginjal, dan dibuang melalui urin,” kata Dr. Aswin.
Penutup
Dari diskusi ini, dapat disimpulkan bahwa meskipun BPA sering kali disalahkan atas berbagai masalah kesehatan, bukti ilmiah yang ada saat ini masih belum cukup untuk mendukung klaim tersebut. Risiko kesehatan akibat paparan BPA, terutama pada manusia, memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dipastikan. Hingga kini, penggunaan BPA dalam produk sehari-hari masih dianggap aman, selama tidak terjadi kondisi ekstrem yang dapat memicu migrasi bahan kimia ini.